Kesenian Jawa

Selamat Membaca

Selasa, 03 Maret 2015

Mat-Sinamatan


KONSEP MAT-SINAMATAN DALAM PATHETAN

            Interaksi merupakan salah satu unsur musikal yang penting kehadirannya dalam budaya musik yang menganut sistem kerja kelompok. Adanya keharusan permainan untuk terintegrasi dengan permainan lain menjadikan interaksi selalu terjadi dan dilakukan. Tanpa adanya interaksi maka sajian yang dibangun secara kelompok tidak dapat memancarkan kesan estetik secara maksimal. Melalui sebuah interaksi akan terbentuk kesatuan jaringan atau anyaman permainan instrumen yang saling mengisi dan mengimbangi sehingga terpancarlah kesan estetik tertentu.
Dalam budaya musik Nusantara yang menganut sistem kerja kelompok terdapat konsep/ istilah tersendiri untuk dapat mewakili konsep interaksi musikalnya. Dalam karawitan Jawa misalnya, interaksi musikal sangatlah identik dengan sebutan mat-sinamatan meskipun tidak selalu sama persis pengertiannya. Mat-sinamatan secara etimologi mengandung pengertian saling memperhatikan/ mendengarkan yang merupakan bentukan dari kata dasar mat yang berarti memperhatikan/ mendengarkan. Meskipun secara etimologi berarti saling mendengarkan, namun konsep mat-sinamatan tidak sekedar tindakan saling mendengar antar permainan instrumen. Dalam kenyataannya konsep mat-sinamatan juga mengimplikasikan tindakan saling merespon, saling mempengaruhi dan harus saling sepaham antar permainan instrumen untuk menciptakan keselarasan atau kesatuan permainan layaknya interaksi musikal.
Mat-sinamatan dalam karawitan dapat dipahami sebagai tindakan untuk mencapai keselarasan dan kesatuan tabuhan yang didahului dari proses saling mendengar dan merespon. Salah satu peristiwa mat-sinamatan atau interaksi musikal, dalam karawitan Jawa dapat diamati secara jelas dari sajian pathetan. Pathetan merupakan salah satu bentuk komposisi musikal dalam karawitan Jawa yang disajikan dengan hanya melibatkan beberapa instrumen yaitu rebab, gender barung, gambang, suling serta kenong dan gong. Dalam pathetan, peristiwa mat-sinamatan dapat dicermati khususnya dari hubungan yang intens antara permainan rebab dan gender. Adapun sebagai contohnya, ketika permainan rebab berada ‘di dapan’ maka secara sadar gender yang mendengar permainan rebab akan merespon/ mengimbangi alur lagu yang dimaikan oleh rebab. Hal yang sama juga terjadi ketika permainan gender berada ‘di depan’ maka pengrebab akan mengimbangi/ merespon permainan gender. Ketika permainan rebab terlampau jauh meninggalkan gender, maka rebab yang juga memperhatikan permainan gender akan memainkan oloran sembari menunggu gender. Di sisi lain gender-pun yang sadar bahwa dirinya tertingal maka berusaha menyusul/ mengikuti/ ngoyak permainan rebab hingga tiba pada alur permainan/ melodi lagu yang sama. Hal yang sama juga berlaku ketika permainan gender berada di depan rebab. Berdasarkan ilustrasi yang telah dipaparkan, sangat jelas tergambar bahwa terdapat hubungan saling merespon dan mempengaruhi antara gender dan rebab sehingga terbentuk hubungan yang selaras atau menyatu.
Dilihat dari kacamata penyajiannya, pathetan memiliki dimensi permasalahan musikal yang lebih kompleks atau tipikal dibanding dengan penyajian gending dalam karawitan Jawa khususnya yang menyangkut masalah interaksi musikal. Oleh karena kekompleksannya tersebut, pathetan sering digunakan tolak ukur kemampuan kepengrawitan seseorang. Pathetan pada dasarnya merupakan sajian yang tidak terikat oleh tempo dan ketukan. Panjang-pendek ‘durasi’ melodi lagu dapat disajikan secara luwes bergantung kebutuhan, diataur bersama melalui sebuah dialog atau interaksi musikal. Melodi yang sebenarnya panjang dapat disingkat ataupun sebaliknya melodi yang sebenarnya pendek juga bisa disajikan dalam durasi relatif panjang. Selain itu dari ilustrasi rebab-gender yang telah dipaparkan di atas, terindikasi bahwa dalam pathetan setiap instrumen memiliki posisi yang sama karena keduanya sama-sama dapat berposisi sebagai instrumen yang merespon maupun direspon. Tidak adanya instrumen balungan yang memainkan kerangka melodi, membuat setiap pemain harus membuat ‘bayangan’ balungan lagu pathetan sendiri sehingga mau tidak mau harus menautkan diri dengan yang lain. Dengan melihat kekompleksan permainan instrumen dalam pathetan ini, dapat dikatakan  penekanan interaksi dalam pathetan adalah penting. Mat-sinamatan sebagai konsep dalam karawitan Jawa sangatlah berperan dalam terbentuknya sajian pathetan.
Mat-sinamatan sebagi konsep yang penting untuk mewujudkan sajian pathetan kiranya memperlukan eksplanasi lebih lanjut. Selain karena kegunaannya untuk membangun keilmuan karawitan, mat-sinamatan sendiri perlu diketahui secara mendalam terutama oleh generasi pengrawit muda. Kecenderungan adanya notasi membuat mat-sinamatan ataupun kepekaan dalam mendengar  menjadi sdikit terpinggirkan terutama oleh pengrawit muda. Oleh karena itu dengan penjelasan mat-sinamatan akan mempertegas pentingnya mat-sinamatan dalam karawitan khususnya dalam penyajian pathetan.