KONSEP MAT-SINAMATAN DALAM PATHETAN
Interaksi merupakan salah satu unsur
musikal yang penting kehadirannya dalam budaya musik yang menganut sistem kerja
kelompok. Adanya keharusan permainan untuk terintegrasi dengan permainan lain
menjadikan interaksi selalu terjadi dan dilakukan. Tanpa adanya interaksi maka
sajian yang dibangun secara kelompok tidak dapat memancarkan kesan estetik
secara maksimal. Melalui sebuah interaksi akan terbentuk kesatuan jaringan atau
anyaman permainan instrumen yang saling mengisi dan mengimbangi sehingga
terpancarlah kesan estetik tertentu.
Dalam
budaya musik Nusantara yang menganut sistem kerja kelompok terdapat konsep/
istilah tersendiri untuk dapat mewakili konsep interaksi musikalnya. Dalam
karawitan Jawa misalnya, interaksi musikal sangatlah identik dengan sebutan mat-sinamatan meskipun tidak selalu sama
persis pengertiannya. Mat-sinamatan
secara etimologi mengandung pengertian saling memperhatikan/ mendengarkan yang
merupakan bentukan dari kata dasar mat
yang berarti memperhatikan/ mendengarkan. Meskipun secara etimologi berarti
saling mendengarkan, namun konsep mat-sinamatan
tidak sekedar tindakan saling mendengar antar permainan instrumen. Dalam
kenyataannya konsep mat-sinamatan juga
mengimplikasikan tindakan saling merespon, saling mempengaruhi dan harus saling
sepaham antar permainan instrumen untuk menciptakan keselarasan atau kesatuan
permainan layaknya interaksi musikal.
Mat-sinamatan
dalam karawitan dapat dipahami sebagai tindakan untuk mencapai keselarasan dan
kesatuan tabuhan yang didahului dari proses saling mendengar dan merespon. Salah
satu peristiwa mat-sinamatan atau
interaksi musikal, dalam karawitan Jawa dapat diamati secara jelas dari sajian pathetan. Pathetan merupakan salah satu
bentuk komposisi musikal dalam karawitan Jawa yang disajikan dengan hanya
melibatkan beberapa instrumen yaitu rebab, gender barung, gambang, suling serta
kenong dan gong. Dalam pathetan, peristiwa
mat-sinamatan dapat dicermati
khususnya dari hubungan yang intens antara permainan rebab dan gender. Adapun sebagai
contohnya, ketika permainan rebab berada ‘di dapan’ maka secara sadar gender
yang mendengar permainan rebab akan merespon/ mengimbangi alur lagu yang
dimaikan oleh rebab. Hal yang sama juga terjadi ketika permainan gender berada ‘di
depan’ maka pengrebab akan mengimbangi/ merespon permainan gender. Ketika
permainan rebab terlampau jauh meninggalkan gender, maka rebab yang juga
memperhatikan permainan gender akan memainkan oloran sembari menunggu gender. Di sisi lain gender-pun yang sadar
bahwa dirinya tertingal maka berusaha menyusul/ mengikuti/ ngoyak permainan rebab hingga tiba pada alur permainan/ melodi lagu
yang sama. Hal yang sama juga berlaku ketika permainan gender berada di depan
rebab. Berdasarkan ilustrasi yang telah dipaparkan, sangat jelas tergambar bahwa
terdapat hubungan saling merespon dan mempengaruhi antara gender dan rebab
sehingga terbentuk hubungan yang selaras atau menyatu.
Dilihat
dari kacamata penyajiannya, pathetan
memiliki dimensi permasalahan musikal yang lebih kompleks atau tipikal dibanding
dengan penyajian gending dalam karawitan Jawa khususnya yang menyangkut masalah
interaksi musikal. Oleh karena kekompleksannya tersebut, pathetan sering digunakan tolak ukur kemampuan kepengrawitan
seseorang. Pathetan pada dasarnya merupakan
sajian yang tidak terikat oleh tempo dan ketukan. Panjang-pendek ‘durasi’ melodi
lagu dapat disajikan secara luwes bergantung kebutuhan, diataur bersama melalui
sebuah dialog atau interaksi musikal. Melodi yang sebenarnya panjang dapat
disingkat ataupun sebaliknya melodi yang sebenarnya pendek juga bisa disajikan
dalam durasi relatif panjang. Selain itu dari ilustrasi rebab-gender yang telah
dipaparkan di atas, terindikasi bahwa dalam pathetan
setiap instrumen memiliki posisi yang sama karena keduanya sama-sama dapat
berposisi sebagai instrumen yang merespon maupun direspon. Tidak adanya
instrumen balungan yang memainkan kerangka melodi, membuat setiap pemain harus
membuat ‘bayangan’ balungan lagu pathetan
sendiri sehingga mau tidak mau harus menautkan diri dengan yang lain. Dengan
melihat kekompleksan permainan instrumen dalam pathetan ini, dapat dikatakan
penekanan interaksi dalam pathetan
adalah penting. Mat-sinamatan sebagai
konsep dalam karawitan Jawa sangatlah berperan dalam terbentuknya sajian pathetan.
Mat-sinamatan sebagi konsep yang penting untuk mewujudkan
sajian pathetan kiranya memperlukan eksplanasi lebih lanjut. Selain karena
kegunaannya untuk membangun keilmuan karawitan, mat-sinamatan sendiri perlu diketahui secara mendalam terutama oleh
generasi pengrawit muda. Kecenderungan adanya notasi membuat mat-sinamatan ataupun kepekaan dalam
mendengar menjadi sdikit terpinggirkan
terutama oleh pengrawit muda. Oleh karena itu dengan penjelasan mat-sinamatan akan mempertegas
pentingnya mat-sinamatan dalam
karawitan khususnya dalam penyajian pathetan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar